Sistem Integrasi Teknologi Logistik Nasional POCC

Data UNIDO menunjukkan bahwa di negara industri, rata-rata kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB hanya mencapai 17 persen, sementara Indonesia mampu berkontribusi hingga 22 persen, di bawah Korea Selatan (29 persen), Cina (27 persen), dan Jerman (23 persen). Perusahaan Pelabuhan Nasional Indonesia, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III, telah meluncurkan Pusat Komando Operasi Pelabuhan (POCC) pertama di Indonesia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya (Jawa Timur) untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasional melalui integrasi teknologi.

Direktur Operasi dan Komersial Pelindo III Putut Sri Muljanto di sini Kamis mengatakan POCC akan beroperasi 24 jam dalam tujuh hari oleh 64 personel. POCC di Tanjung Perak adalah yang pertama di Indonesia, dan akan dikembangkan secara bertahap di pelabuhan lain yang berada di bawah manajemen Pelindo III, dan juga di Pelabuhan Gresik yang akan menjadi proyek percontohan, kata Putut.

POCC yang menerapkan sistem integrasi teknologi akan merampingkan biaya logistik nasional. POCC mengintegrasikan sistem internal seperti KL (terminal operasional), vasa (layanan kapal), platform (layanan tagihan), dan lainnya, dengan sistem eksternal, seperti Inaportnet (sistem informasi port). Jadi, pada dasarnya POCC mengintegrasikan sistem internal dan eksternal ke dalam satu sistem, kata Putut.

Sementara itu, Kepala Pelabuhan Tanjung Perak, Hernadi Tri Cahyanto, menyambut baik pendirian POCC karena menghubungkan Sistem Inaportnet yang dibuat oleh Kementerian Perhubungan dengan sistem internal Pelindo III. Ke depan akan ada beberapa bagian lain yang akan terus dikembangkan dan diintegrasikan sehingga sistem akan lebih optimal, kata Hernadi.

Sebelum POCC diterapkan, proses administrasi layanan kapal tidak terintegrasi dan melibatkan beberapa pihak termasuk layanan kapal dan terminal. Dengan POCC, proses perencanaan kapal servis dan kontrol bongkar muat dipantau dalam satu sistem terpusat. Dengan demikian, proses-proses tersebut dapat lebih efisien dan efektif baik dari segi energi maupun waktu, dan akan bermanfaat bagi pengguna layanan.

Tekanan inflasi pada volatile food (VF) lebih rendah dari tren historis pada November 2018, Direktur Departemen Komunikasi, Bank Indonesia (BI), Junanto Herdiawan mengatakan. Makanan volatil mengalami inflasi 0,23 persen (mtm) pada periode pelaporan, meningkat dari 0,17 persen (mtm) bulan sebelumnya, yang masih di bawah rata-rata historis pada bulan November selama tiga tahun terakhir sebesar 0,86 persen (mtm), berdasarkan sebuah pernyataan diterima di sini pada hari Kamis.

#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+#+

Secara tahunan, volatile food mencatat inflasi 4,32 persen (yoy), turun dari 4,48 persen (yoy) pada periode sebelumnya. Tekanan harga pada makanan yang mudah menguap pada November 2018 berasal dari bawang merah, beras, telur ayam ras, tomat, dan wortel. Sebaliknya, cabai merah, daging ayam ras, melon, pepaya, cabai mata burung, dan minyak goreng mengalami koreksi harga.

Meskipun meningkat dari periode sebelumnya, tekanan inflasi pada harga administered (AP) tetap terkendali. Inflasi AP tercatat 0,52 persen (mtm) pada November 2018, meningkat dari 0,32 persen (mtm) bulan sebelumnya. AP naik ke atas karena kenaikan harga tiket pesawat, sebagai akibat dari meningkatnya permintaan selama mendekati akhir tahun. Inflasi AP semakin diperburuk oleh dampak kenaikan harga bahan bakar khusus yang lebih tinggi pada Oktober 2018, ditambah dengan kenaikan harga rokok kretek yang disaring dan tidak disaring pada November 2018.

Setiap tahun, AP mencatat inflasi 3,07 persen (yoy), naik dari 2,74 persen (yoy) bulan sebelumnya. BI menganggap inflasi terkendali sebagai hasil konsistensi kebijakan untuk menjangkar ekspektasi inflasi rasional, sehingga mendukung target inflasi pada 3,5-1 persen pada 2018.

0 comments: